Mengurusi Jenazah - 1
Pesan Nabi Agar Bersiap Menyambut Mati
Kita dianjurkan untuk banyak-banyak mengingat mati dan bersiap menyambutnya, sebagaimana sabda Nabi shalallahu �alaihi wassalam: �Banyak-banyaklah mengingat �Sang Pemutus Kelezatan�, yakni maut .�(HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah, derajat shahih sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hibban, hakim, dan yang lainnya) Allah subhanahu wa ta�ala telah menurunkan penyakit, namun Allah juga telah menyediakan obatnya. Oleh karena itu meskipun penyakit yang diderita oleh seseorang bisa jadi akan mendatangkan maut, namun diperkenankan berobat dengan hal-hal yang cara pengobatan dan bahan obatnya mubah hukum pemakaiannya. Tidak diperkenankan berobat dengan hal-hal yang diharamkan baik berupa makanan atau yang lainnya seperti khamr (minuman keras) dan segala sesuatu yang najis.
Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat yang terdapat dalam kitab Shahih, dari Ibnu Mas�ud, bahwa Rasulullah shalallahu �alaihi wassalam bersabda,�Sesungguhnya Allah tidak menjadikan yang haram (sebagai obat bagi) ksesembuhan (penyakit yang diderita) umatku.�(HR.Bukhari)
Demikian pula kita tidak boleh berobat dengan hal-hal yang dapat merusak akidah seperti sihir, menyembilah dan mengorbankan sesuatu bukan untuk Allah atau yang sering dikatakan sebagai tumbal, mendatangi atau meminta pertolongan penyembuahan kepada dukun dan para normal.
Seorang yang sakit wajib baginya segera bertaubat. Sebenarnya masalah bertaubat tidaklah hanya dilakukan ketika dalam keadaan sakit, akan tetapi wajib melakukannya dalam segala keadaan, tentunya lebih-lebih jika dalam keadaan sakit.
Seorang yang sakit hendaklah berwasiat tentang segala sesuatu yang menyangkut hak-hak orang lain. Adapun wasiat-wasiat tersebut mungkin berupa hutang-piutang, titipan (pesan atau sesuatu yang diamanahkan), hingga masing-masing pihak menerima kembali apa yang menjadi hak-haknya. Demikian pula dengan wasiat yang berhubungan dengan hak- anak-anaknya yang masih kecil agar diperhatikan.
Dianjurkan membisikkan (mental-qin) kalimat lailahailallah di telinga orang yang tengah mengalami sakratul maut, sebagaimana Rasulullah shalallahu �alaihi wassalam :� Bisikkan kepada orang yang akan mati di antara kalian kalimat lailahailallah�(hadist riwayat muslim)
Demikian pula dianjurkan menghadapkan orang yang tengah sakratulmaut ke arah kiblat. Apabila ia telah menghembuskan nafas terahir dianjurkan memejamkan kedua matanya dan menutup jasadnya dengan kain. Jika tidak ada sesuatu yang menghalangi, segeralah menyiapkan segala sesuatu yang berkenan dengan proses pengurusan jenazahnya.
Perkara yang harus segera dilaksanakan adalah membayar hutang-hutang jenasah dan menunaikan wasiat�wasiat, sebagaimana sabda rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam.
Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutang- hutangnya hingga hutan tersebut dilunasi (hadist riwayat ahmad dan di �hasankan sanad-nya oleh tirmidzi)
Mengurusi Jenazah - 2
Kain kafan yang memenuhi syarat (wajib) adalah yang menutup seluruh jasad jenazah. Kain kafan dianjurkan yang berwarna putih bersih dan baru. Namun demikian bisa pula yang berwarna putih setelah dicuci bersih.Bagi jenazah laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain, sedangkan jenazah wanita dikafani dengan sarung, kerudung, baju panjang(qamihs) dan kemudian dibalut dengaan dua lembar kain. Adapun jika jenazah tersebut anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu atau tiga lapis kain. Sedang untuk anak perempuan dikafani dengan kain panjang (qamish), kemudian dibalut dengan dua lapis kain.
Alangkah baiknya bila kain kafan diperciki dengan air ramuan bunga mawar atau wewangian lainnya, kemudian diasapi dengan kayu gaharu atau sesuatu yang dapat membuat kain kafan menjadi harum.
Cara mengkafani jenazah laki-laki
Pertama-tama dilapisi tiga lapis kain dibentangkan kemudian-dengan aurat yang tetap tertutup-jenazah diletakkan ditengah-tengah kain tersebut dengan posisi terlentang. Setelah itu belahan pantat ditutup dengan kapas yang telah diberi wewangian. Kemudian kapas tersebut diikat denga potongan kain agar tidak jatuh dan terlepas. Selanjutnya kapas wangi tersebut juga diletakkan pada mata, hidung, mulut, telinga dan pada anggota-anggota sujud jenazah; kening, hidung, lutut, dan kedua ujung kaki. Demikian pula pada lipatan-lipatan tubuh seperti; ketiak, dua lipatan pada bagian belakang lutut, serta pusar, kepala jenazah dan sekitar kafan diberi wewangian kapas yang serupa.
Setelah selesai memberikan kapas pada bagian-bagian jasad jenazah, lembar pertama dilipat. Adapun sisi yang dilipat adalah sisi kain sebelah kiri jenazah, sehigga menutup seluruh jasad jenasah. Setelah itu sisi kain sebelah kanan jenazah dilipat menimpa sisi kain sebelah kiri. Demikian seterusnya hingga pada lembar kedua dan ketiga.
Perlu diperhatikan, kain sebelah kepala hendaknyalah dilebihkan, demikan kafan dibagian kaki. Hanya saja lebihan kain dibagian kepala lebih panjang dari pada bagian kaki.
Setelah bagian jasad jenazah terbungkus, lalu ketiga lapis ujung bagian kepala dikumpulkan menjadi satu dan diikat persis diatas wajah jenazah. Demikian pula ujung kafan bagian kaki dikumpulkan dan diikaat persis diatas jari kaki. Setelah iu, bagian tubuh jenazah juga diikat agar kafan tidak terlepas. Namun ketika berada di liang lahat, ikatan-ikatan tersebut dibuka kembali.
Cara mengkafani jenazah wanita
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa jenazah wanita dikafani dengan lima lapisan, yakni memakai sarung, baju panjang (qamish), dan kerudung, kemudian dibalut dua lapis kain. (Adapun cara membalutnya sama dengan cara membalutnya jenazah laki-laki, ed).
Mengurusi Jenazah - 3
Dari Abi Hurairoh radhiallahu ”anhu berkata, Rasulullah shalallahu ”alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang menyaksikan (berada di tempat) jenazah hingga ia ikut menshalatkannya, maka dia memperoleh pahala satu qirath. Adapun barangsiapa yang menyaksikan (berada di tempat jenazah) hingga mayat tersebut dikubur, maka dia memperoleh pahala dua qirath. Ditanyakan pada beliau apakah dua qirath itu? Beliau menjawab: seperti dua gunung besar. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).Menshalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah, yakni apabila telah ada sebagian orang yang menshalatkan, maka orang lain yang tidak ikut mengerjakan telah terlepas dari kewajiban. Hal itu bukan lagi merupakan sesuatu yang wajib baginya, namun lebih baik apabila dia mau ikut mengerjakannya (sunnah). Akan tetapi apabila tak seorangpun dari orang yang mengetahui kematian tersebut menshalatkan jenazah, maka seluruhnya menanggung dosa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai syarat syahnya pelaksanaan shalat jenazah, yakni memasang niat dalam hati bahwa ia hendak melaksanakan shalat jenazah, menghadap kiblat, menutup aurat yang melaksanakan shalat maupun yang dishalati dalam keadaan suci, jenazah telah berada di tempat tersebut, yang menshalatkan jenazah adalah orang yang beragama Islam yang telah baligh dan berakal atau orang telah memenuhi syarat melaksanakannya (mukallaf).
Adapun yang termasuk rukun dalam shalat jenazah adalah dilakukan dengan berdiri menghadap jenazah, mengumandangkan takbir sebanyak empat kali, membaca surat Al-Fatihah, mengucapkan shalawat untuk Nabi shalallahu ”alaihi wa sallam, berdo”a untuk jenazah, melaksanakan dengan tertib sesuai dengan urut-urutan yang telah ditentukan, mengucapkan salam sebagi penutup shalat.
Hal-hal yang di-sunnah-kan adalah setiap kali mengucapkan takbir disertai dengan mengangkat kedua tangan, membaca ta”awudz (a”udzu billahi minasy syaithanir rajim) sebelum membaca surah Al-Qur”an, berdo”a untuk dirinya sendiri (orang yang menyalatkan) dan untuk seluruh kaum muslimin, berhenti atau diam sejenak setelah takbir yang ke-empat sebelum mengucapkan salam, posisi tangan ketika bersedekap setelah takbir adalah tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkannya di dada, menoleh ke kanan ketika salam, tidak mengeluarkan suara ketika membaca (sirr).
Apabila jenazah yang dishalatkan itu laki-laki, posisi imam atau orang yang shalat sendirian persis tepat di dada jenazah.1) Adapun jika jenazah wanita, posisi yang menshalatkan (imam atau orang yang shalat sendirian) tepat berada di tengah jenazah.
Jumlah shaf sebaiknya diatur dalam tiga shaf.
Selanjutnya mengumandangkan takbir (yakni takbir pertama, ed). Setelah mengucapkan takbir langsung membaca ta”awudz dan basmalah, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al-fatihah. Tidak perlu membaca do”a iftitah, (sebagaimana dilakukan pada shalat-shalat yang lain, ed).
Pada takbir kedua, membaca shalawat untuk Nabi shalallahu ”alaihi wa sallam, sebagaimana dyang dibaca ketika duduk tahiyat dalam shalat, (yakni allahuma shalli”ala muhammad wa ”ala ali muhammad kama shallaita ”ala ibrahaim wa ”ala ali ibrahim innaka hamidum majid, ed).
Pada takbir ketiga berdo”a untuk jenazah, dengan do””a yang telah dicontohkan (ma”tsur), yakni antara lain :Allahumaghfirli hayyinaa, wa mayyitinaa, wa syahidana, wa ghaaibinaa, wa shoghiirinaa, wa kabiirinaa, wa dzakarinaa, wa untsaanaa. Innaka ta”lamu manqolibinaa, wa mats-waanaa wa anta ”ala kulli syain qodiir. Allahuma man ahyaitahu minna fa ahyihi ”ala islami was sunnati, wa man tawaffaitahu minna fatawaffahu ”alaihima, Allohummaghfirlahu warhamhu wa ”afihi, wa fuanhu, wa akrim nuzulahu wa wasi” mudkholahu, waghsilhu bilmai was salji wa barodi wa naqqihi minadz dzunubi wal khothoya kama yunaqqots tsaubu abyaddhu minad danas, wa abdilhui daro khoira min daa rihi wa zaujaa khoiram min zaujih, wa adkhilhul jannah wa a”idzhu min ”adzaabil qobri wa ”adzaabin naar waf sakh lahu fi qobrihi wa nawwir lahu fii hi.
Artinya : Ya Allah, ampunilah kami, baik yang masih hidup maupun yang telah mati, yang hadir di sini maupun yang tidak hadir, yang kecil maupun yang besar, yang laki-laki maupun yang wanita. Engkau Maha Tahu tempat kami dan tempat istirahat kami. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, barang siapa yang Engkau hidupkan diantara kami maka hidupkanlah di atas Islam dan sunnah (ahli sunnah, pent). Barang siapa yang Engkau matikan diantara kami maka matikanlah di atas Islam dan sunnah. Ya Allah ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, ma”afkanlah dia, baguskanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburnya, mandikanlah ia dengan air, salju dan embun, bersihkanlah ia dari dosa dan kesalahan sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Jadikanlah rumah yang lebih baik dari rumahnya, pasangan yang lebih baik dari psangannya, masukkanlah ia ke dalam sorga dan lindungilah ia dari azab kubur dan azab neraka. Lapangkanlah ia dalam kuburnya dan berilah ia cahaya didalamnya.
Do”a tersebut di atas khusus untuk kata ganti orang laki-laki atau untuk jenazah laki-laki. Oleh karena itu, apabila jenazahnya perempuan, maka kata ganti tersebut diganti dengan kata ganti orang ketiga (dhamir muannats), sehingga menjadi ”allahumaghfirlaha warhamha dan seterusnya.
Adapun jika jenazah tersebut anak kecil maka bunyi do”anya adalah:Allahumaj ”alhu dzukhro liwaalidaihi wa farotho wa ajroo wa syafii”aa mujaa baa. Allahuma tsaqqil bihi mawaa ziinahumaa wa a”dzimbihi ujuurohumaa. Walkhiqhu bishoolihi tsalafil mu”miniina wa aj”alhu fii kafaa lati ibroohiima wa qihi birohmatika ”adzabal jahiimi.
Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan (tabungan amal) bagi kedua orang tuanya, sebagai bunga harta, sebagi pahala, sebagai pemberi syafa”at yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan kedua orangtuanya, besarkanlah dengannya pahalakedua orangtuanya. Gabungkanlah ia bersama pendahulu kaum mukminin yang shaleh. Jadikanlah ia dalam tanggungan Ibrahim, serta peliharalah ia dengan rahmat-Mu dari azab jahannam.
Setelah membaca do”a tersebut, lalu takbir keempat dan diam sejenak, kemudian salam ke arah kanan.(Adapun salam ke arah kiri boleh juga dilakukan, akan tetapi tidak melakukannyapun tidak mengapa, pent).
Apabila ada diantara orang yang ingin ikut menshalatkan namun terlambat dan tidak sempat mengikuti sebagian shalat tersebut, hendaklah ia tetap langsung bergabung dengan imam (jama”ah). Setelah imam menyelesaikan shalat, maka hendaknya ia menyempurnakan bagian-bagian shalat yang belum dikerjakannya.
Bila dikhawatirkan jenazah segera dibawa ke kubur, hendaknyalah orang yang terlambat tersebut menyingkat atau memendekkan jarak antara takbir yang satu dengan yang lain, kemudian salam. Sedang bagi orang yang tidak sempat menshalatkan jenazah sebelum dikuburkan, dibolehkan menshalatkannya dikuburnya.
Adapun bagi orang yang tidak berada di tempat jenazah diurus (atau bertempat tinggal jauh dari tempat jenazah, ed). namun ia mengetahui musibah kematian tersebut, maka ia dapat melakukan shalat ghaib dengan niat menshalatkan jenazah.
Selain orang dewasa dan anak-anak, sebgaimana yang telah dijelaskan di atas, yang juga wajib dishalatkan adalah janin dari seorang wanita yang keguguran, apabila janin tersebut telah berusia empat bulan atau lebih.
Mengurusi Jenazah - 4
Anjuran tersebut sebagaimana diketahui dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Amr dan Ibnu Hazm secara marfu?: ?Tiadalah seorang mukmin yang menghibur saudaranya yang tertimpa musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaian kemuliaan untuknya pada hari kiamat.? (Hadits riwayat Ibnu Majah).Masih banyak lagi riwayat-riwayat lain yang semakna dengan hadits diatas.
Adapun do?a yang dibaca ketika mengadakan takziyah, yakni:
?Semoga Allah menambah pahala bagimu dan menghiburmu dengan (hal-hal) yang baik, serta mengampuni dosa-dosa keluargamu yang wafat.?
Sering didapati pada masyarakat sekarang ini, suatu takziyah dibuat sebagaimana orang yang mengadakan pesta, ed), bahkan mengumumkannya ke mana-mana. Tidaklah tepat memberlakukan suatu takziyah secara demikian. Namun alangkah baiknya apabila justru membantu keluarga yang sedang terkena musibah tersebut, seperti yang dicontohkan Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam :
?Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja?far karena telah datang pada mereka apa yang menyibukkan mereka.? (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Dilain pihak, terkadang justru pihak keluarga jenazah sendirilah yang menyediakan tempat atau mengadakan acara dengan mengundang banyak orang, kenduri, serta membayar orang untuk membacakan Al-Qur?an. Acara-acara semacam itu jelas merupakan perbuatan haram dan bid?ah (karena Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam tidak pernah memberikan contoh adanya perayaan seperti itu, ed), sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad yang diperolehnya dari Jabir bin Abdullah :
?Berkumpul pada keluaraga jenazah dan mengadakan kenduri setelah jenazah dikuburkan kami anggap sebagai ratapan atau meratapi (nihayah) jenazah.? (Hadits riwayat Ahmad dengan sanad yang tsiqat atau terpercaya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,?Berkumpulnya orang-orang pada acara kenduri di tempat keluarga yang kena musibah kematian, serta membacakan Al-Qur?an dan menghadiahkannya pada jenazah adalah merupakan perbuatan yang tidak pernah ada sejak jaman shahabat Nabi (salaf). Sekian banyak para ulama membenci perbuatan-perbuatan tersebut.?
Imam Ath-Thurthusi berkata:?Telah sepakat para ulama bahwa berkumpul (atau mengadakan acara kenduri) pada keluarga yang tengah dilanda musibah kematian adalah perbuatan terlarang. Hal itu merupakan perbuatan bid?ah yang mungkar, karena tidak ada satu keterangan atau dalil pun yang menyebutkannya. Demikian pula peringatan hari-hari setelahnya, yakni hari kedua, ketiga, keempat, ketujuh, ketigapuluh, kesatu tahun dan seterusnya, semua itu adalah bid?ah yang merupakan bencana bagi kemurnian ajaran agama.
ZIARAH KUBUR
Khusus bagi laki-laki, sunnah hukumnya melakukan ziarah kubur dengan maksud untuk mengambil hikmah pelajaran (ibrah), mendo?akan ampunan bagi yang telah wafat, sebagaimana sabda Nabi shalalahu ?alaihi wa sallam :
?Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur, sekarang ziarahilah?. (Hadits riwayat Muslim dan Tirmidzi). Di dalam riwayat tirmidzi terdapat tambahan lafal ?karena hal itu akan mengingatkan akhirat?.
Tidak pula diperkenankan melakukan ziarah kubur, apabila ziarah tersebut dilakukan sebagai ziarah khusus atau melakukan kunjungan semata-mata hanya ingin berziarah ke tempat itu.
Ziarah kubur di sunnahkan dengan tiga syarat :
Pertama, yang berziarah adalah kaum lelaki, karena Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang melakukan ziarah kubur.
Kedua, tidak melakukannya sebagai perjalanan atau ziarah khusus, sebagaimana sabda Nabi shalalahu ?alaihi wa sallam:
?Jangan eratkan pelana (untuk melakukan perjalanan jauh atau ziarah) kecuali untuk menuju tiga masjid.? (Hadits riwayat Bukhari dan ahli Sunan).
Ketiga, dilakukan dengan maksud mengambil ibrah, nasehat dan mendo?akan orang-orang yang telah wafat.
Namun bila tujuan ziarah itu untuk meminta berkah (tabarruk) pada kuburan, merusak kuburan, meminta kepada orang yang telah mati agar memberikan sesuatu atau melepaskannya dari mara bahaya, maka ziarah semacam ini adalah ziarah bidiyyah syirkiyyah (yakni perbuatan sesat yang dapat menyebabkan kemusyrikan, ed).
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah berkata :?Ziarah kubur ada dua, yakni ziarah yang syar?iyah dan ziarah yang bid?iyyah. Ziarah syar?iyah adalah ziarah yang bertujuan untuk mengucapkan salam (mendo?akan keselamatan) bagi jenazah dan sebagaimana halnya tujuan menshalatkan jenazah. Ziarah ini dilakukan dengan tidak memaksakan diri dan tidak bermaksud untuk mengagungkan kuburan. Adapun ziarah bid?iyyah adalah ziarah yang bertujuan untuk meminta sesuatu dari penghuni kubur agar memberi apa yang dibutuhkannya. Perbuatan meminta pada kuburan atau penghuni kubur merupakan syirik besar. Tujuan lain dari ziarah bid?iyyah ini adalah untuk berdo?a di kuburan, seakan-akan kuburan merupakan tempat yang makbul untuk berdo?a. Ziarah seperti ini adalah perbuatan bid?ah mungkarah (yakni perbuatan mungkar yang jelek dan dibenci, ed) yang dapat mengantar atau menjadi perantara (washilah) kepada kesyirikan. Dan ziarah demikian tidak pernah dianjurkan dan dicontohkan Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam dan tidak pernah pula dianggap sebagai amal perbuatan baik oleh seorang pun dari para Salaful Ummah (yakni para shahabat Nabi yang langsung mendapat didikan agama dari beliau, ed) dan juga oleh para Imam.
Wallahua?lam.
Washalallahu wa sallam ?ala nabiyyina Muhammad wa ?alihi wa shahbihi.
Pesan Nabi Agar Bersiap Menyambut Mati
Kita dianjurkan untuk banyak-banyak mengingat mati dan bersiap menyambutnya, sebagaimana sabda Nabi shalallahu �alaihi wassalam: �Banyak-banyaklah mengingat �Sang Pemutus Kelezatan�, yakni maut .�(HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah, derajat shahih sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hibban, hakim, dan yang lainnya) Allah subhanahu wa ta�ala telah menurunkan penyakit, namun Allah juga telah menyediakan obatnya. Oleh karena itu meskipun penyakit yang diderita oleh seseorang bisa jadi akan mendatangkan maut, namun diperkenankan berobat dengan hal-hal yang cara pengobatan dan bahan obatnya mubah hukum pemakaiannya. Tidak diperkenankan berobat dengan hal-hal yang diharamkan baik berupa makanan atau yang lainnya seperti khamr (minuman keras) dan segala sesuatu yang najis.
Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat yang terdapat dalam kitab Shahih, dari Ibnu Mas�ud, bahwa Rasulullah shalallahu �alaihi wassalam bersabda,�Sesungguhnya Allah tidak menjadikan yang haram (sebagai obat bagi) ksesembuhan (penyakit yang diderita) umatku.�(HR.Bukhari)
Demikian pula kita tidak boleh berobat dengan hal-hal yang dapat merusak akidah seperti sihir, menyembilah dan mengorbankan sesuatu bukan untuk Allah atau yang sering dikatakan sebagai tumbal, mendatangi atau meminta pertolongan penyembuahan kepada dukun dan para normal.
Seorang yang sakit wajib baginya segera bertaubat. Sebenarnya masalah bertaubat tidaklah hanya dilakukan ketika dalam keadaan sakit, akan tetapi wajib melakukannya dalam segala keadaan, tentunya lebih-lebih jika dalam keadaan sakit.
Seorang yang sakit hendaklah berwasiat tentang segala sesuatu yang menyangkut hak-hak orang lain. Adapun wasiat-wasiat tersebut mungkin berupa hutang-piutang, titipan (pesan atau sesuatu yang diamanahkan), hingga masing-masing pihak menerima kembali apa yang menjadi hak-haknya. Demikian pula dengan wasiat yang berhubungan dengan hak- anak-anaknya yang masih kecil agar diperhatikan.
Dianjurkan membisikkan (mental-qin) kalimat lailahailallah di telinga orang yang tengah mengalami sakratul maut, sebagaimana Rasulullah shalallahu �alaihi wassalam :� Bisikkan kepada orang yang akan mati di antara kalian kalimat lailahailallah�(hadist riwayat muslim)
Demikian pula dianjurkan menghadapkan orang yang tengah sakratulmaut ke arah kiblat. Apabila ia telah menghembuskan nafas terahir dianjurkan memejamkan kedua matanya dan menutup jasadnya dengan kain. Jika tidak ada sesuatu yang menghalangi, segeralah menyiapkan segala sesuatu yang berkenan dengan proses pengurusan jenazahnya.
Perkara yang harus segera dilaksanakan adalah membayar hutang-hutang jenasah dan menunaikan wasiat�wasiat, sebagaimana sabda rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam.
Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutang- hutangnya hingga hutan tersebut dilunasi (hadist riwayat ahmad dan di �hasankan sanad-nya oleh tirmidzi)
Mengurusi Jenazah - 2
Kain kafan yang memenuhi syarat (wajib) adalah yang menutup seluruh jasad jenazah. Kain kafan dianjurkan yang berwarna putih bersih dan baru. Namun demikian bisa pula yang berwarna putih setelah dicuci bersih.Bagi jenazah laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain, sedangkan jenazah wanita dikafani dengan sarung, kerudung, baju panjang(qamihs) dan kemudian dibalut dengaan dua lembar kain. Adapun jika jenazah tersebut anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu atau tiga lapis kain. Sedang untuk anak perempuan dikafani dengan kain panjang (qamish), kemudian dibalut dengan dua lapis kain.
Alangkah baiknya bila kain kafan diperciki dengan air ramuan bunga mawar atau wewangian lainnya, kemudian diasapi dengan kayu gaharu atau sesuatu yang dapat membuat kain kafan menjadi harum.
Cara mengkafani jenazah laki-laki
Pertama-tama dilapisi tiga lapis kain dibentangkan kemudian-dengan aurat yang tetap tertutup-jenazah diletakkan ditengah-tengah kain tersebut dengan posisi terlentang. Setelah itu belahan pantat ditutup dengan kapas yang telah diberi wewangian. Kemudian kapas tersebut diikat denga potongan kain agar tidak jatuh dan terlepas. Selanjutnya kapas wangi tersebut juga diletakkan pada mata, hidung, mulut, telinga dan pada anggota-anggota sujud jenazah; kening, hidung, lutut, dan kedua ujung kaki. Demikian pula pada lipatan-lipatan tubuh seperti; ketiak, dua lipatan pada bagian belakang lutut, serta pusar, kepala jenazah dan sekitar kafan diberi wewangian kapas yang serupa.
Setelah selesai memberikan kapas pada bagian-bagian jasad jenazah, lembar pertama dilipat. Adapun sisi yang dilipat adalah sisi kain sebelah kiri jenazah, sehigga menutup seluruh jasad jenasah. Setelah itu sisi kain sebelah kanan jenazah dilipat menimpa sisi kain sebelah kiri. Demikian seterusnya hingga pada lembar kedua dan ketiga.
Perlu diperhatikan, kain sebelah kepala hendaknyalah dilebihkan, demikan kafan dibagian kaki. Hanya saja lebihan kain dibagian kepala lebih panjang dari pada bagian kaki.
Setelah bagian jasad jenazah terbungkus, lalu ketiga lapis ujung bagian kepala dikumpulkan menjadi satu dan diikat persis diatas wajah jenazah. Demikian pula ujung kafan bagian kaki dikumpulkan dan diikaat persis diatas jari kaki. Setelah iu, bagian tubuh jenazah juga diikat agar kafan tidak terlepas. Namun ketika berada di liang lahat, ikatan-ikatan tersebut dibuka kembali.
Cara mengkafani jenazah wanita
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa jenazah wanita dikafani dengan lima lapisan, yakni memakai sarung, baju panjang (qamish), dan kerudung, kemudian dibalut dua lapis kain. (Adapun cara membalutnya sama dengan cara membalutnya jenazah laki-laki, ed).
Mengurusi Jenazah - 3
Dari Abi Hurairoh radhiallahu ”anhu berkata, Rasulullah shalallahu ”alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang menyaksikan (berada di tempat) jenazah hingga ia ikut menshalatkannya, maka dia memperoleh pahala satu qirath. Adapun barangsiapa yang menyaksikan (berada di tempat jenazah) hingga mayat tersebut dikubur, maka dia memperoleh pahala dua qirath. Ditanyakan pada beliau apakah dua qirath itu? Beliau menjawab: seperti dua gunung besar. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).Menshalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah, yakni apabila telah ada sebagian orang yang menshalatkan, maka orang lain yang tidak ikut mengerjakan telah terlepas dari kewajiban. Hal itu bukan lagi merupakan sesuatu yang wajib baginya, namun lebih baik apabila dia mau ikut mengerjakannya (sunnah). Akan tetapi apabila tak seorangpun dari orang yang mengetahui kematian tersebut menshalatkan jenazah, maka seluruhnya menanggung dosa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai syarat syahnya pelaksanaan shalat jenazah, yakni memasang niat dalam hati bahwa ia hendak melaksanakan shalat jenazah, menghadap kiblat, menutup aurat yang melaksanakan shalat maupun yang dishalati dalam keadaan suci, jenazah telah berada di tempat tersebut, yang menshalatkan jenazah adalah orang yang beragama Islam yang telah baligh dan berakal atau orang telah memenuhi syarat melaksanakannya (mukallaf).
Adapun yang termasuk rukun dalam shalat jenazah adalah dilakukan dengan berdiri menghadap jenazah, mengumandangkan takbir sebanyak empat kali, membaca surat Al-Fatihah, mengucapkan shalawat untuk Nabi shalallahu ”alaihi wa sallam, berdo”a untuk jenazah, melaksanakan dengan tertib sesuai dengan urut-urutan yang telah ditentukan, mengucapkan salam sebagi penutup shalat.
Hal-hal yang di-sunnah-kan adalah setiap kali mengucapkan takbir disertai dengan mengangkat kedua tangan, membaca ta”awudz (a”udzu billahi minasy syaithanir rajim) sebelum membaca surah Al-Qur”an, berdo”a untuk dirinya sendiri (orang yang menyalatkan) dan untuk seluruh kaum muslimin, berhenti atau diam sejenak setelah takbir yang ke-empat sebelum mengucapkan salam, posisi tangan ketika bersedekap setelah takbir adalah tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkannya di dada, menoleh ke kanan ketika salam, tidak mengeluarkan suara ketika membaca (sirr).
Apabila jenazah yang dishalatkan itu laki-laki, posisi imam atau orang yang shalat sendirian persis tepat di dada jenazah.1) Adapun jika jenazah wanita, posisi yang menshalatkan (imam atau orang yang shalat sendirian) tepat berada di tengah jenazah.
Jumlah shaf sebaiknya diatur dalam tiga shaf.
Selanjutnya mengumandangkan takbir (yakni takbir pertama, ed). Setelah mengucapkan takbir langsung membaca ta”awudz dan basmalah, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al-fatihah. Tidak perlu membaca do”a iftitah, (sebagaimana dilakukan pada shalat-shalat yang lain, ed).
Pada takbir kedua, membaca shalawat untuk Nabi shalallahu ”alaihi wa sallam, sebagaimana dyang dibaca ketika duduk tahiyat dalam shalat, (yakni allahuma shalli”ala muhammad wa ”ala ali muhammad kama shallaita ”ala ibrahaim wa ”ala ali ibrahim innaka hamidum majid, ed).
Pada takbir ketiga berdo”a untuk jenazah, dengan do””a yang telah dicontohkan (ma”tsur), yakni antara lain :Allahumaghfirli hayyinaa, wa mayyitinaa, wa syahidana, wa ghaaibinaa, wa shoghiirinaa, wa kabiirinaa, wa dzakarinaa, wa untsaanaa. Innaka ta”lamu manqolibinaa, wa mats-waanaa wa anta ”ala kulli syain qodiir. Allahuma man ahyaitahu minna fa ahyihi ”ala islami was sunnati, wa man tawaffaitahu minna fatawaffahu ”alaihima, Allohummaghfirlahu warhamhu wa ”afihi, wa fuanhu, wa akrim nuzulahu wa wasi” mudkholahu, waghsilhu bilmai was salji wa barodi wa naqqihi minadz dzunubi wal khothoya kama yunaqqots tsaubu abyaddhu minad danas, wa abdilhui daro khoira min daa rihi wa zaujaa khoiram min zaujih, wa adkhilhul jannah wa a”idzhu min ”adzaabil qobri wa ”adzaabin naar waf sakh lahu fi qobrihi wa nawwir lahu fii hi.
Artinya : Ya Allah, ampunilah kami, baik yang masih hidup maupun yang telah mati, yang hadir di sini maupun yang tidak hadir, yang kecil maupun yang besar, yang laki-laki maupun yang wanita. Engkau Maha Tahu tempat kami dan tempat istirahat kami. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, barang siapa yang Engkau hidupkan diantara kami maka hidupkanlah di atas Islam dan sunnah (ahli sunnah, pent). Barang siapa yang Engkau matikan diantara kami maka matikanlah di atas Islam dan sunnah. Ya Allah ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, ma”afkanlah dia, baguskanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburnya, mandikanlah ia dengan air, salju dan embun, bersihkanlah ia dari dosa dan kesalahan sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Jadikanlah rumah yang lebih baik dari rumahnya, pasangan yang lebih baik dari psangannya, masukkanlah ia ke dalam sorga dan lindungilah ia dari azab kubur dan azab neraka. Lapangkanlah ia dalam kuburnya dan berilah ia cahaya didalamnya.
Do”a tersebut di atas khusus untuk kata ganti orang laki-laki atau untuk jenazah laki-laki. Oleh karena itu, apabila jenazahnya perempuan, maka kata ganti tersebut diganti dengan kata ganti orang ketiga (dhamir muannats), sehingga menjadi ”allahumaghfirlaha warhamha dan seterusnya.
Adapun jika jenazah tersebut anak kecil maka bunyi do”anya adalah:Allahumaj ”alhu dzukhro liwaalidaihi wa farotho wa ajroo wa syafii”aa mujaa baa. Allahuma tsaqqil bihi mawaa ziinahumaa wa a”dzimbihi ujuurohumaa. Walkhiqhu bishoolihi tsalafil mu”miniina wa aj”alhu fii kafaa lati ibroohiima wa qihi birohmatika ”adzabal jahiimi.
Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan (tabungan amal) bagi kedua orang tuanya, sebagai bunga harta, sebagi pahala, sebagai pemberi syafa”at yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan kedua orangtuanya, besarkanlah dengannya pahalakedua orangtuanya. Gabungkanlah ia bersama pendahulu kaum mukminin yang shaleh. Jadikanlah ia dalam tanggungan Ibrahim, serta peliharalah ia dengan rahmat-Mu dari azab jahannam.
Setelah membaca do”a tersebut, lalu takbir keempat dan diam sejenak, kemudian salam ke arah kanan.(Adapun salam ke arah kiri boleh juga dilakukan, akan tetapi tidak melakukannyapun tidak mengapa, pent).
Apabila ada diantara orang yang ingin ikut menshalatkan namun terlambat dan tidak sempat mengikuti sebagian shalat tersebut, hendaklah ia tetap langsung bergabung dengan imam (jama”ah). Setelah imam menyelesaikan shalat, maka hendaknya ia menyempurnakan bagian-bagian shalat yang belum dikerjakannya.
Bila dikhawatirkan jenazah segera dibawa ke kubur, hendaknyalah orang yang terlambat tersebut menyingkat atau memendekkan jarak antara takbir yang satu dengan yang lain, kemudian salam. Sedang bagi orang yang tidak sempat menshalatkan jenazah sebelum dikuburkan, dibolehkan menshalatkannya dikuburnya.
Adapun bagi orang yang tidak berada di tempat jenazah diurus (atau bertempat tinggal jauh dari tempat jenazah, ed). namun ia mengetahui musibah kematian tersebut, maka ia dapat melakukan shalat ghaib dengan niat menshalatkan jenazah.
Selain orang dewasa dan anak-anak, sebgaimana yang telah dijelaskan di atas, yang juga wajib dishalatkan adalah janin dari seorang wanita yang keguguran, apabila janin tersebut telah berusia empat bulan atau lebih.
Mengurusi Jenazah - 4
Anjuran tersebut sebagaimana diketahui dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Amr dan Ibnu Hazm secara marfu?: ?Tiadalah seorang mukmin yang menghibur saudaranya yang tertimpa musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaian kemuliaan untuknya pada hari kiamat.? (Hadits riwayat Ibnu Majah).Masih banyak lagi riwayat-riwayat lain yang semakna dengan hadits diatas.
Adapun do?a yang dibaca ketika mengadakan takziyah, yakni:
?Semoga Allah menambah pahala bagimu dan menghiburmu dengan (hal-hal) yang baik, serta mengampuni dosa-dosa keluargamu yang wafat.?
Sering didapati pada masyarakat sekarang ini, suatu takziyah dibuat sebagaimana orang yang mengadakan pesta, ed), bahkan mengumumkannya ke mana-mana. Tidaklah tepat memberlakukan suatu takziyah secara demikian. Namun alangkah baiknya apabila justru membantu keluarga yang sedang terkena musibah tersebut, seperti yang dicontohkan Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam :
?Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja?far karena telah datang pada mereka apa yang menyibukkan mereka.? (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Dilain pihak, terkadang justru pihak keluarga jenazah sendirilah yang menyediakan tempat atau mengadakan acara dengan mengundang banyak orang, kenduri, serta membayar orang untuk membacakan Al-Qur?an. Acara-acara semacam itu jelas merupakan perbuatan haram dan bid?ah (karena Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam tidak pernah memberikan contoh adanya perayaan seperti itu, ed), sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad yang diperolehnya dari Jabir bin Abdullah :
?Berkumpul pada keluaraga jenazah dan mengadakan kenduri setelah jenazah dikuburkan kami anggap sebagai ratapan atau meratapi (nihayah) jenazah.? (Hadits riwayat Ahmad dengan sanad yang tsiqat atau terpercaya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,?Berkumpulnya orang-orang pada acara kenduri di tempat keluarga yang kena musibah kematian, serta membacakan Al-Qur?an dan menghadiahkannya pada jenazah adalah merupakan perbuatan yang tidak pernah ada sejak jaman shahabat Nabi (salaf). Sekian banyak para ulama membenci perbuatan-perbuatan tersebut.?
Imam Ath-Thurthusi berkata:?Telah sepakat para ulama bahwa berkumpul (atau mengadakan acara kenduri) pada keluarga yang tengah dilanda musibah kematian adalah perbuatan terlarang. Hal itu merupakan perbuatan bid?ah yang mungkar, karena tidak ada satu keterangan atau dalil pun yang menyebutkannya. Demikian pula peringatan hari-hari setelahnya, yakni hari kedua, ketiga, keempat, ketujuh, ketigapuluh, kesatu tahun dan seterusnya, semua itu adalah bid?ah yang merupakan bencana bagi kemurnian ajaran agama.
ZIARAH KUBUR
Khusus bagi laki-laki, sunnah hukumnya melakukan ziarah kubur dengan maksud untuk mengambil hikmah pelajaran (ibrah), mendo?akan ampunan bagi yang telah wafat, sebagaimana sabda Nabi shalalahu ?alaihi wa sallam :
?Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur, sekarang ziarahilah?. (Hadits riwayat Muslim dan Tirmidzi). Di dalam riwayat tirmidzi terdapat tambahan lafal ?karena hal itu akan mengingatkan akhirat?.
Tidak pula diperkenankan melakukan ziarah kubur, apabila ziarah tersebut dilakukan sebagai ziarah khusus atau melakukan kunjungan semata-mata hanya ingin berziarah ke tempat itu.
Ziarah kubur di sunnahkan dengan tiga syarat :
Pertama, yang berziarah adalah kaum lelaki, karena Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang melakukan ziarah kubur.
Kedua, tidak melakukannya sebagai perjalanan atau ziarah khusus, sebagaimana sabda Nabi shalalahu ?alaihi wa sallam:
?Jangan eratkan pelana (untuk melakukan perjalanan jauh atau ziarah) kecuali untuk menuju tiga masjid.? (Hadits riwayat Bukhari dan ahli Sunan).
Ketiga, dilakukan dengan maksud mengambil ibrah, nasehat dan mendo?akan orang-orang yang telah wafat.
Namun bila tujuan ziarah itu untuk meminta berkah (tabarruk) pada kuburan, merusak kuburan, meminta kepada orang yang telah mati agar memberikan sesuatu atau melepaskannya dari mara bahaya, maka ziarah semacam ini adalah ziarah bidiyyah syirkiyyah (yakni perbuatan sesat yang dapat menyebabkan kemusyrikan, ed).
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah berkata :?Ziarah kubur ada dua, yakni ziarah yang syar?iyah dan ziarah yang bid?iyyah. Ziarah syar?iyah adalah ziarah yang bertujuan untuk mengucapkan salam (mendo?akan keselamatan) bagi jenazah dan sebagaimana halnya tujuan menshalatkan jenazah. Ziarah ini dilakukan dengan tidak memaksakan diri dan tidak bermaksud untuk mengagungkan kuburan. Adapun ziarah bid?iyyah adalah ziarah yang bertujuan untuk meminta sesuatu dari penghuni kubur agar memberi apa yang dibutuhkannya. Perbuatan meminta pada kuburan atau penghuni kubur merupakan syirik besar. Tujuan lain dari ziarah bid?iyyah ini adalah untuk berdo?a di kuburan, seakan-akan kuburan merupakan tempat yang makbul untuk berdo?a. Ziarah seperti ini adalah perbuatan bid?ah mungkarah (yakni perbuatan mungkar yang jelek dan dibenci, ed) yang dapat mengantar atau menjadi perantara (washilah) kepada kesyirikan. Dan ziarah demikian tidak pernah dianjurkan dan dicontohkan Rasulullah shalalahu ?alaihi wa sallam dan tidak pernah pula dianggap sebagai amal perbuatan baik oleh seorang pun dari para Salaful Ummah (yakni para shahabat Nabi yang langsung mendapat didikan agama dari beliau, ed) dan juga oleh para Imam.
Wallahua?lam.
Washalallahu wa sallam ?ala nabiyyina Muhammad wa ?alihi wa shahbihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar