BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Penulisan
Bismillahir rahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, Tuhan Penguasa Alam semesta.Shalawat serta salam semoga tercurah kepada kekasih Allah,Penghulu Segala Rasul. Hanya kebesaran Allah yang menjadikan kitab suci Al Qu,ran, adalah kalam bimbingan yang bijak ,jalan yang lurus dan merupan tali kepunyaan Allah yang kokoh, yang membentang Dia dengan hambaNya.
Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan tidak memiliki tandingan dan tidak ada yang bisa memberi pujian yang sempurna kepadaNya.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah, Manusia pilihanNya, RasulNya yang diutus sebagai pembawa Rahmat bagi seluruh jagad raya beserta isinya.Hujjah bagi orang – orang yang berjalan menuju Allah.
Diawali dengan pemberian tugas Matakuliah Perbandingan Pendidikan semua Mahasiswa semester tujuh diberikan Tugas Pembuatan Makalah.
Maka Penyusun mencoba menghimpun tulisan yang InsyaAllah dapat memenuhi tuntutan tugas matakuliah tersebut dengaan mencoba menguraikan dengan singkat pengertian :
1. Sendi-sendi metodologi Ilmu Perbandingan Pendidikan
2. Pendidikan dibeberapa Negara
3. Perbandingan Pendidikan Islam
4. dan keistimewaan Sistim Pendidikan Islam
Penyusun dalam hal penulisan Makalah ini mencoba meringkas dari beberapa buku-buku yang dijadikan sumber bacaan yang menjadi panduan pada penulisan dan poenyusunan Makalah ini.
Dalam hakikatnya tersebut ,Makalah ini juga sarat dengan pelajaran yang dapat diambil.Maka setiap Mahsiswa dapat menjadiakn makalah ini sebagai bahan yang lebih untuk memperhitungkan kemajuan pendidikan diIndonesia dan Kehidupan berdunia yang akan mempersaiapkan diri pada kehiduapan Akhirat.
Demikianlah yang melatarbelakangi penulisan Makalah ini semoga Dosen Pengampu matakuliah ini berkenan dan dapat mempertimbangaknannya dan sesuai dengan apa yang diharafkan ,bermamfaat bagi penulis dan penyusun serta dapat memenuhi kewajiban tugas sebagai seorang Mahasiswa.
b. Permasalahan
Adapaun Permalahan yang akan dikemukan dalam penulisan Makalah ini adalah merupakan Judul Yang sudah ditetapkan oleh Dosen Matakuliah Hadis Yaitu
“ PERBANDINGAN PENDIDIKAN”
1. Pendidikan dibeberapa Negara
2. Perbandingan Pendidikan Islam
3. dan keistimewaan Sistim Pendidikan Islam
c.Tujuan Penulisan
Semoga diterima Allah Ta,ala sebagai shadaqoh jariyah bagi setiapa umat Muslim yang hatinya terdapat keimanan kepada Allah SWT,seraya memohon kepada Allah Azza wa jalla agar menjadikan kita selalu berbakti kepada Allah sehingga dapat menghindarkan diri dan menyelamatkan kita dari pusat siksaan api Neraka dan memasukan kita ke surga ,pusat dari segala kesenangan ,ditempat yang disenangi disisi Tuhan Yang Maha Berkuasa .
Sesungguhnya “Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
Saya selaku penyusun Makalah ini hanya dapat mengucapakan ,Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah saja,dan Allah yang layak dan mampu memberikan penilaian terhap umat manusia baik dinilai yang menurutNya baik dan buruk,
Dan penyusun makalah ini melakukan penulisan Makalah ini adalah merupakan tugas dan kewajiban yang sudah harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan diri sebagai seorang mahasiswa yang menuntut ilmu ,mudah-mudahan mendapatkan ridho dan hidayah dari Allah , Amin.
Dilihat dari segi fungsinya pendidikan di Indonesia diharapakan dapat memgembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional. Fungsi pendidikan yang demikian itu juga masih belum terlihat hasil secra actual. Keadaan menujukkan bahwa pendidikan bahwa mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dimana dunia internasional amat terpuruk.
Alangkah beruntungnya orang yang dimasukan kesurga dan dijauhkan dari siksa Api Neraka,dalamAl Qu,an disebutkan :
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”( Ali Imron : 185 )
BAB II
PEMBAHASAN
1 . PENDIDIKAN DIBEBERAPA NEGARA
Pendidikan berkembang melalui bermacam proses yang terjadi pada masyarakat sesuai dengan sejarah berbagai negara di dunia barat. Pada awalnya, lembaga yang memiliki tanggung jawab sebagai penyalur sosialisasi adalah gereja dan keluarga. Lalu, lembaga pendidikan menggantikan lembaga keluarga dan gereja sebagai penyalur sosialisasi kepada anak-anak. Pendidikan di beberapa negara Eropa pada jaman pertengahan ditentukan oleh otoritas mutlak melalui lisensi dari paus atau kaisar untuk mengajarkan misteri dari hukum pengobatan dan teologi di universitas beraliran kristen (Vaizey, 1974:59). Pendidikan ber hubungan dengan kepercayaan bahwa seseorang akan mencapai kebenaran dengan membaca kitab injil. Jadi, pendidikan terkesan dipaksakan dan tidak boleh dijalankan tanpa petunjuk dari gereja dan sebagai perpanjangan tangan untuk mengontrol masyarakat.
Sebelum pertengahan abad 19, lembaga pendidikan dapat dimasuki berdasarkan pada kelas sosial. Sekolah umum merupakan sekolah privat dengan biaya yang mahal (Miflen dan Mifflen, 1986: 12). Anak-anak dari keluarga menengah ke bawah sulit untuk sekolah, karena masalah ketidakmampuan memenuhi biaya pendidikan.
Pendidikan dapat dikembangkan berdasarkan adanya tuntutan penyediaan tenaga kerja untuk berbagai kebutuhan negara. Pemerintah Inggris membuat aturan tentang pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin pada tahun 1833, yaitu ketika factory act (peraturan kepabrikan) seolah-olah memberikan larangan mengenai tenaga kerja anak (buruh anak). Peraturan tersebut sulit dijalankan, karena tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah. Vaizey (1974:18) menyatakan bahwa pendidikan akan dianggap sukses apabila rakyat berhasil dilatih untuk menjalankan sebuah pabrik, membangun tentara, atau mengembangkan suatu sistem pertanian.
Pendidikan yang diajarkan dengan cara berbeda antara kaum borjuis dan kaum pekerja. Anak-anak kaum borjuis dididik untuk menjadi pemimpin dan juga diberikan pendidikan berdasarkan buku, sedangkan anak-anak kaum pekerja dilatih untuik bekerja di dalam industri produksi (Vaizey, 1974:36). Pendidikan dapat dimasuki berdasarkan pengkotakan yang diatur sesuai dengan penempatan kelas sosial. Ketidak adilan pendidikan semakin berkembang seiring kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi di Jerman dan di Amerika Serikat membuat Inggris menempati posisi yang imperior. Negara Jerman dan Amerika Serikat mempunyai sistem pendidikan yang lebih maju dibandingkan Inggris (Mifflen dan Mifflen, 1986:13). Inggris mencoba ikut bersaing dengan mengembangkan jurusan teknik dan ketrampilan disebabkan ingin menyamai kedudukan perdagangan Negara Jerman dan Amerika. Pendidikan di ketiga negera tersebut diperluas dengan cepat untuk memberikan keterampilan praktis yang akan digunakan untuk para pekerja di berbagai bidang pekerjaan.
Pada perkembangannya, Siswa pada lembaga-lembaga pendidikan menjadi semakin berkurang. Blyth (1972) melaporkan sampai pertengahan tahun duapuluhan, hanya 12% dari mereka yang menikmati sekolah-sekolah dasar dan empat dari seribu orang siswa yang melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya (dikutif oleh Mifflen dan Mifflen, 1986:14). Kenyataan tersebut terjadi tidak lepas karena anak-anak tidak mampu dibentuk menjadi buruh. Pendidikan bagi anak-anak kaum buruh dibentuk dengan status dan cara hidup tingkat buruh. Pendidikan dikembangkan demi mendapatkan tenaga kerja murah.
Pendidikan tidak adil bagi anak-anak miskin tidak hanya terjadi di Inggris, Amerika dan Jerman. Ketidakadilan pada lembaga pendidikan juga terjadi di Kanada, terjadi diskriminasi terhadap pribumi, anak-anak kaum buruh, orang kulit hitam, dan para imigran. Katz (1973, dikutip oleh Mifflen dan Mifflen, 1986:56) mencatat bahwa diperkenalkannya sekolah yang bebas dan wajib di Kanada bukan suatu reformasi yang ditujukan untuk keuntungan pekerja golongan miskin. Kaum buruh juga terkendala oleh biaya pendidikan yang tidak murah. Kaum buruh mengalami kesulitan untuk memasuki lembaga pendidikan, karena tidak sanggup untuk membayar biaya sekolah.
Jadi, pendidikan di beberapa negara barat merupakan wujud dari permintaan akan tenaga kerja yang murah. Kebutuhan yang mendesak dan persaingan kemajuan teknologi semakin membuat orang-orang tidak mampu atau kaum buruh semakin tersingkir dari lembaga pendidikan. Anak-anak kurang mampu dibentuk menjadi tenaga terampil, mereka kesulitan menikmati pendidikan dan tidak bisa keluar dari pengkotakan, kaum buruh menempati kelas bawah dan kaum borjuis menempati tingkat atas sebagai golongan yang mampu memasuki lembaga pendidikan.
Ketidakaadilan akan pendidikan juga dibawa oleh beberapa negara Eropa ke negara jajahannya. Pada sektor ekonomi modern dan kaya, yang terpusat dikota-kota besar negera sedang berkembang. Pendidikan ditentukan oleh suatu struktur yang mempunyai persamaan besar dengan model pendidikan dari Negara penjajah (Vaizey, 1974: 62), contohnya Negara India dan Pakistan ditemukan sekolah dasar siang yang besar seperti model sekolah di Inggris untuk anak-anak dari pegawai negeri dan masyarakat pengusaha, dan sekolah berasrama khusus untuk anak-anak kaum bangsawan. Belanda juga mengembangkan model pendidikan berdasarkan kepentingan sebagai negara penjajah di Indonesia.
A.Sejarah pendidikan di Indonesia
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.
Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda membuat siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang praktis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.
Kehidupan petani yang selalu ditekan bukan masalah yang baru. Petani menduduki posisi sosial yang selalu dimanfaatkan, lahan pertanian merupakan tempat untuk menggantungkan pendapatan dan hidup petani, terutama petani gurem. Petani menjadi sapi perahan yang harus membayar pungutan resmi untuk membantu jalannya pemerintahan dan penyuplai kebutuhan pejabat daerah (Mubyarto, 1987:24). Praktek tanam paksa sekitar tahun 1830-1870 (di Yogyakarta, Solo, dan Priangan sampai 1918) merupakan kesengsaraan yang tiada taranya dan memiliki kesan yang paling hitam bagi petani dari masa penjajahan Belanda.
Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanagkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibuat untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.
Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat. Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.
Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di lingkungan desa.
Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.
Kebangkitan Asia menjadi slogan omong kosong pada kenyataannya. Mubyarto (1987:36) menjelaskan pertanian Indonesia diusahakan dapat mendukung usaha peperangan. Bibit baru dari Taiwan memang berumur lebih pendek dengan hasil per hektar lebih tinggi dipaksakan untuk ditanam dengan sistem larikan (dalam garis lurus) dan dengan menggunakan pupuk hijau dan kompos. Petani menjadi membenci sistem baru tersebut. jaman Jepang sebagai jaman penyiksaan yang kejam. Jadi, petani dibuat sebagai sumber pendapatan yang terus dipaksa untuk manambah hasil panen. Penduduk sebagai alat komoditas yang terus diperas.
Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.
Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan sumber daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk menanggulangi angka buta aksara di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.
Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang muncul kembali, contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa seperti cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong karena merupakan usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller (1979:73) menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.
Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.
2 .PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM
Prisiden RI dalam sebuah pidato politik menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Pendidkan adalah pijar utama pembangunan sebuah bangsa. Negara berkewajiban menyediakan dan meyelenggarakan fasilitas dan kemudahan bagi anak-anak kita untuk dapat melengkapi diri mereka dengan pendidikan yang cukup dan seluas-luasnya
Bahwa pendidikan negeri ini semakain menampakkan diri sebagai sebuah sistem yang tidak jelas arahnya. Disekolah anak-anak kita diajarkan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKN) yang luhur, tetapi dijalanan tawuran pelajar hampir terjadi setiap hari di Jakarta
Menurut Kartono:1 Persoalan pendidikan kita adalah menyangkutvisi dasar.sebuah amsal merumuskan bahwa “jika tidak ada wahyu maka liarlah rakyat”. Pengertian wahyu untuk jaman kini adalah visi. Artinya nilai-nilai kehidupan yang menjadi kiblat sebuah konsep, lembaga, organisasi, masyarakat ataupun kurikulum. Pemimpin atau pengambil keputusan boleh berganti sehari tiga kali, tetapi yang mengikat sebuah masyarakat, yang menuntun rakyat, yang mendinamisasi sebuah kurikulum adalah visi alias wahyu
Visi lebih dari sekedar urusan administrative atau hal-hal yang bersifat artifisial. Visi memuat nilai-nilai yang ingin dicapai, meskipun praksis pencapaiannya menyesuaikan konteks masing-masing. Hasil refleksi ini tentu bukan sebuah kekaguman membabi buta atau silau akan kehebatan bangsa lain. Tanpa disadari, kita sebagai bangsa, khususnya pendidikan telah kehilangan visi. Pun terjebak dalam urusan administrative belaka
A.definisi pendidikan
Berikut penjelasan tentang pengertian pendidikan
Menurut Kartono: Pendidikan adalah proses yang menempatkan siswa sebagai pribasi yang utuh
Menurut Khursid Ahmad: Pendidikan adalah istilah inggris “education” yang berasal dari kata latin “ex” (lepas) “ducere” yang berarti memimpin. Secara harfiah ia berarti “mengumpulkan keterangan” dan menarik bakat keluar. Pada hakikatnya kata itu berhubungan dengan konsep memberi informasi dan pengetahuan serta mengembangkan bakat yang terpendam dalam diri anak didik
Menurut Jon Park: bahwa pewndidian adalah senia atau proses dalam menyalurkan atau menerima pengetahuan atau kebiasaan melalui pengajaran atau studi
Menurut Jalaluddin: pendidiakan adalah seperangkat teknik atau cara untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku
B.Tujuan pendidikan
Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu ,pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut pada perubahan yang di inginkan pada tingkah laku
Tujuan social yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang di ingini, dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang di inginkan
Tujuan-tujuan profesionil yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai suatu aktivitas-aktivitas masyarakat.
Menurut Ali Khalik Abu al-Aynain7: tujuan pendidikan ada dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan islam adalah: membentuk pribadi yang beribadah kepada Allah. Sedangkan tujuan khusus adalah pendidikan yag berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan giografi, ekonomi, dan lain-lain yang ada ditempat itu
Dunia pendidikan di Indonesia saat ini tengah menghadapi problem yang cukup berat dan komplek, keadaan Indonesia saat ini tak ubahnya seperti keadaan masyarakatArab pada awal kedatangan nabi Muhammad SAW. Keadaan bangasa Indonesia sebagaimana yang digambarkan mirip dengan keadaan pada awal kedatangan islam tersebut harus dicarikan pemecahannya melalui upaya pendidikan, sebagai mana halnya yang dilakukan Rasulullah SAW, karena pendidikanlah yang dapat memberikan bekal kepada manusia untuk membudayakan dirinya, membebaskan dirinya dari kebodohan, keterbelakangan bahkan penindasan dan kemiskinan
Secara konseptual, system pendidikan di Indonesia telah diatur dlam undang-undang tentang system pendidikan nasional(UU RI No. 2 Tahun 1989). Dalam undang-undang yang terdiri dari 20 bab dan 59 pasal ini berbagai aspek yang berkenaan dengan pendidikan telah diatur secara sekasama:. Dal;am undang-undang ini telah diatur mengenai: dasa fungsi dan tujuan pedidikan, hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, satuan, jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan hari libur sekolah, bahasa pengantar, peran serta mansyarakat, bada pertimbangan pendidikan, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana da ketentuan peralihan. Jika subtansi yang dapat diambil dari undang-undang tersebut antara lain adalah:
Pertama: dilihat dari segi dasarnya, pendidikan Indonesia berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945. Dasar ini mengandung nilai-nilai yang tidak diragukan lagi amat ideal dan luhur. Namun nilai-nilai yang terkandung dlaam pancasila dan undang-undang dasar tersebut sekarang ini tidak lagi efekti, bahkan masyarakat udah enggan untuk menyebutnya. Hal ini antara lain disebabkan trauma masa lalu, dimana pancasila dan undang-undang dasar1945 ditempatkan sebagai doktrin politik yang hanya boleh ditafsirkan menurut versi dan kemauan penguasa
Kedua: Dilihat dari segi fungsinya pendidikan di Indonesia diharapakan dapat memgembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional. Fungsi pendidikan yang demikian itu juga masih belum terlihat hasil secra actual. Keadaan menujukkan bahwa pendidikan bahwa mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dimana dunia internasional amat terpuruk
Ketiga: Dilihat dari segi tujuannya, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menggembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yan beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kermasyarakatan dan kebangsaan
Namun ternyata, pendidikan nasional tidak menyentuk kalangan-kalangan bawah. Yang terjadi adalah yang kaya bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi sedangkan yang kurang tidak bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Ia akan menjadi terbelakang, dan yang lebih disayangkan lagi betapa banyak anak-anak jalanan yang putus sekolah hanya karena tidak memiliki biaya. Padahal didalam undang-undang dasar 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiayai oleh pemerintah
Keempat: dilihat dari kesempatan yang diberikan, dalam sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk meperoleh pendidikan. Namun dalam kenyataannya masih banyak warga Negara yang belum mengeyam pendidikansebagai akaibat dari ketidak mampuan dalam bidang ekonomi
Pendidikan saat ini khususnya pendidikan yang bermutu hanya dapat dinikmati dan di monopoli oleh segelintir orang yang mampu saja. Sedangkan masyarakat pada umumnya hanya mendapatkan pendidikan yang kurang menjanjikan masa depanya. Ini lah salah satu persolalan yang digugat oleh Paulo Freire, tokoh pendidikan pembebasan asal Brazilia. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini maka perlu diperbanyak lembaga-lembaga pendidika yang dapat menyediakan pendidikan yang bermutu dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Lembaga tersebut harus berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat, seperti halnya pesantren
Kelima: dilihat dari segi penyelenggaraannya, pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua jalur), yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidika sekolah yaitu pendidkan yang diselenggarakan di sekolah melaui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan
Namun dalam kenyataannya jalur pendidikan luar sekolah kurang diperhatikan oleh pemerintah, pemerintqah lebih berkonsentrasi kepada pendidikan formal. Padahal kedua-duanya sama-sama penting
Keenam: dilihat dari segi ketenaga pendidikan, system pendidikan nasional menyebutkan, bahwa tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola suatu satuan pendidikan, pemilik pengawas peneliti dan pengembangan di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. yang pada jenjang pendidikan dasar menengah disebut guru dan pada jenjang tinggi disebut dosen
Sebagai tenaga professional seorang pendidik akan dapat menggali, membina, mengarahkan, dan mengembangkan bakat dan potensi anak didik, sehingga dapat bermanfaat bagi dirinyadan masyarakat. Ia tidak akan memamerkan pengetahuannya, melainkan bagai mana mewujudkan anak yang pandai
Selain itu ada empat pilar kekuatan pengembangan pendidikan yaitu:
· Belajar untuk memperoleh pengetahuan dan untuk melalakukan pembelajaran lebih lanjut (learning to know-learning to learn)
· Belajar untuk memiliki kompetensi dasar dalam hubungannya dengan situasi dan tim kerja yang berbeda-beda(learning todo)
· Belajar untuk mampu mengapresiasi dan mengamalkan kondisi saling keterngantungan, keanekaragaman, saling memahami dan mewujudkan perdamaian antar bangsa (learning to live together)
· Belajar untuk mengaktualisasikan dirisebagai individu degnan kepribadian yang punya pertimbangan dan tanggung jawab pribadi ((learning to be)
Jika keempat pilar ini digunakan secara maksimal, maka pendidikan akan berfungsi dan membawa manfaat bagi kehidupan selanjutnya. Namun, jika pendidikan dilakukan karena keterpaksaan dan bukan karena kebutuhan, maka bisa jadi pendidikan akan menjadi vakum dan tidak berarti apa-apa
Karena itu, komponen guru dan murid dalam hal ini sangat berperanda penting artinya demi kesuksesan sebuah pendidikan
Ketujuh: dilihat dari segi kurikulum, sisitem pendidikan nasional mengatakan, bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan dengan memperhatikan tahap perkembanga peserta didik dan kesesuaianya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Andai saja pada masa pra-kemerdekaan, pendidikan nasional telah berhasil membangun semangat nasioanalisme dalam rangka mewujudkan kemerdekaan Indonesia, dan pada masa pasca kemerdekaan dan orde bar, pendidikan berhasil menanamkan pendidikan moral dlam rangka membendung paham komunism, maka saat ini prestasi yang membanggakan itu sudang hilang dari genggaman dunia pendidikan. Pendidikan Indonesia kedepan, harus mampu melahirkan manusia yang memiliki daya kompetisi yang tinggi, sehingga dimanapun ia berada di muka bumi ini, ia akan tetap suksesdan bertahan untuk kelangsungan hidupnya.
3 .KEISTIMEWAAN SISTIM PENDIDIKAN ISLAM
Metode dalam pendidikan islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan system pendidikan islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara. Didalam sistem pendidikan islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari system pendidikan islam yang berbeda dengan system pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relative sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, social, politik dan sebagainya.
System pendidikan buatan manusia pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “ nasionalisme sejati “. Sedangkan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “ nasionalis sejati “ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “ manusia sejati”.
Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan didalam kegelpan, dimana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi islam menetapkan cirri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.
A.Ciri – ciri khas sistem pendidikan islam
Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikannya menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Islam mengakui wujud manusia secara utuh, tanpa mengurangi nilainya dan merusk kemampuannya sedikit pun. Islam mengakui kebutuhan-kebutuhan spiritual wujud manusia beserta segala daya yang terkandung didalamnya. Islam memberikan segala yang diperlukannya seperti akidah, nilai-nilai dan harga diri, dan menyokong daya-daya yang ada padanya untuk memperbaiki eksistensi mental dan kejelekan-kejelekan yang terdapat dalam masyarakat.
Islam tidak hanya menonjol dalam memperhatikan semua segi eksistensi manusia dan tidak mengabaikan sedikit pun berbagai macam daya yang terdapat didalamnya. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa islam sejalan dengan fitrah dalam hal-hal yang lebih jauh dari itu.
Islam disamping yakin akan adanya banyak segi manusia yaitu jasmani, akal dan rohaninya dengan berbagi kebutuhan daya setiap segi itu, meyakini pula kesatuan dan keterpaduan wujud manusia tersebut dan tidak mungkin dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Fitrah manusia berjalan menurut garis yang telah diciptkan Allah SWT. Dengan demikian jasmani, akal dan roh yang ada dalam diri manusia tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Roh, akal dan tubuh, ketiganya membentuk satu wujud yang utuh, yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh. Islam mengikuti aliran fitrah yang ada dan meyakini bahwa ada saling keterikatan antra unsur-unsur tersebut. Dengan demikian maka islam tidak setuju adanya pemisahan salah satu unsur dari unsur yang lain atau menonjolkan satu unsur dengan menekan sama sekali unsur-unsur yang lain.
B.Peserta didik dalam pendidikan islam
Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik. Bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik sangat dipengaruhi oleh pandangan pendidik itu sendiri terhadap peserta didik. Dalam hal ini anak ( peserta didik ) merupakan sarana dalam proses pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangannya yang dialami oleh peserta didik sangat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pembawaan ( warisan ), faktor lingkungan dan faktor kematangan ( internal ). Dalam proses perkembangan seseorang, ada beberapa aliran yang menjelaskan tentang teori perkembangan, antara lain :
1. Aliran Nativisme.
Dalam aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa ( Arthur Sckonenhauer : 1788 – 1860 ). Faktor pembawaan ini bersifat kodrati dari lahir dan tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar. Faktor inilah yang akan membentuk kepribadian manusia.
2. Aliran Empirisme
Pada aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu semata-mata tergantung pada lingkngan dengan pengalaman pendidikannya ( John Locke ).
3. Aliran Konvergensi
Aliran ini adalah gabungan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Didalamnya menggabungkan arti penting hereditas ( pembawaan ) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan pribadi seeorang adalah hasil proses kerjasama dua factor : warisan dan lingkungan. Aliran ini dikembangkan oleh Louis William Stern ( 0031871 – 1938 ).
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki konsep-konsep yang menjelaskan proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep tersebut antara lain
a. Konsep fitrah dalam diri manusia.
Fitrah merupkan suatu ketetapan Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup manusia ditentukn oleh Allah SWT, hal ini disebut “ Hidayah Amah Ilahiyah “. Petunjuk yang ditentukan oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun makhluknya untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Qur”an, secara fitrah manusia dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit, sedangkan akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Qur’an disebut al-a”ql dalah potensi dan substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung beberapa proses olah pikir, seperti berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan sebagainya.
b. Konsep warisan dan Bi’ah ( lingkungan )
Konsep ini menerangkan bahwa keadan manusia saat ini merupakan pembwaan sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pendidikan di beberapa negara barat merupakan wujud dari permintaan akan tenaga kerja yang murah. Kebutuhan yang mendesak dan persaingan kemajuan teknologi semakin membuat orang-orang tidak mampu atau kaum buruh semakin tersingkir dari lembaga pendidikan. Anak-anak kurang mampu dibentuk menjadi tenaga terampil, mereka kesulitan menikmati pendidikan dan tidak bisa keluar dari pengkotakan, kaum buruh menempati kelas bawah dan kaum borjuis menempati tingkat atas sebagai golongan yang mampu memasuki lembaga pendidikan
Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikannya menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Daftar Pustaka
UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
Media Cetak : Kompas,5/9/2001; Pikiran Rakyat, 06/10/2002; Republika, 10/5/2005; Republika, 13/7/2005; Pikiran Rakyat,15/07/2005; Kompas, 6/2/2007; Koran Tempo, 07/03/2007.
Website : www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; www.undp.org/hdr2004 ; www.worldbank.com; www.republikaonline.com; www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07); http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007; www.Pikiran Rakyat.com (03/2004); www. Klik-galamedia.com, (08 Februari 2007); (www.tempointeraktif.com); www.bapeda-jabar.go.id/2006. www.tempointeraktif.com (8/3/2007)
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bangil-Jatim: Al-Izzah
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel. www.khilafah1924.org
Panduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI 2006.
Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar.
Blog: http://blog.appidi.or.id/?p=430; makalah pendidikan tahun 2007
Blog: http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/makalah-pendidikan tahun 2008
Blog: www.tyasmm84.blogspot.com/2008/01/profesi-teknologi-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar